Jumat, 05 Agustus 2011

Eddy Hartono - Berbisnis Dengan Hati


Menjelang akhir tahun 1980-an, produksi kaos-kaos berkerah mulai gencar di pasaran. Berbagai merek dengan kualitas dan harga yang berbeda-beda muncul. Beberapa nama menjulang karena dianggap sebagai merek dagang impor. Karena laris, kaos berkerah itu sering kali jadi bahan pembajakan merek. Salah satu yang mengalami kejadian itu adalah baju bermerek Hammer.
Merek yang ternyata asli Indonesia itu adalah hasil kreasi pria kalem bernama Eddy Hartono. Di tangannya, saat merek yang lain mulai tenggelam, Hammer justru terus berkibar dan bahkan melakukan diversifikasi merek dengan memunculkan Nail. Bagaimana resep sukses pria yang juga menjadi Ketua Asosiasi Supplier Matahari Department Store itu?

Sejarah Islam Nusantara > Risalah Islam Indonesia

Sejarah Islam Nusantara                                                                                    Sumber: Swara Muslim
 Risalah Islam Indonesia 


Muslim Indonesia punya sejarah luar biasa. Sahabat Rasulullah, pernah pula langsung berdakwah di Nusantara.
Melacak sejarah masuknya Islam ke Indonesia bukanlah urusan mudah. Tak banyak jejak yang bisa dilacak. Ada beberapa pertanyaan awal yang bisa diajukan untuk menelusuri kedatangan Islam di Indonesia. Beberapa pertanyaan itu adalah, darimana Islam datang? Siapa yang membawanya dan kapan kedatangannya?
Ada beberapa teori yang hingga kini masih sering dibahas, baik oleh sarjana-sarjana Barat maupun kalangan intelektual Islam sendiri. Setidaknya ada tiga teori yang menjelaskan kedatangan Islam ke Timur Jauh termasuk ke Nusantara. Teori pertama diusung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengali dan Malabar disebut sebagai asal masuknya Islam di Nusantara.

Dalam L’arabie et les Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada dalam Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan, teorinya didukung dengan hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah Nusantara dengan daratan India.

Sebetulnya, teori ini dimunculkan pertama kali oleh Pijnappel, seorang sarjana dari Universitas Leiden. Namun, nama Snouck Hurgronje yang paling besar memasarkan teori Gujarat ini. Salah satu alasannya adalah, karena Snouck dipandang sebagai sosok yang mendalami Islam. Teori ini diikuti dan dikembangkan oleh banyak sarjana Barat lainnya.
Teori kedua, adalah Teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai tempat awal Islam datang di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Misalnya saja tentang peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Selain itu, di beberapa tempat di Sumatera Barat ada pula tradisi Tabut, yang berarti keranda, juga untuk memperingati Hasan dan Husein. Ada pula pendukung lain dari teori ini yakni beberapa serapan bahasa yang diyakini datang dari Iran. Misalnya jabar dari zabar, jer dari ze-er dan beberapa yang lainnya.

Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13. Dan wilayah pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai.

Kedua teori di atas mendatang kritikan yang cukup signifikan dari teori ketiga, yakni Teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam yang masuk ke Indonesia datang langsung dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun bukan pada abad ke-12 atau 13, melainkan pada awal abad ke-7. Artinya, menurut teori ini, Islam masuk ke Indonesia pada awal abad hijriah, bahkan pada masa khulafaur rasyidin memerintah. Islam sudah mulai ekspidesinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib memegang kendali sebagai amirul mukminin.

Bahkan sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim.

Dalam kitab sejarah Cina yang berjudul Chiu T’hang Shu disebutkan pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-o-rang Ta Shih, sebutan untuk orang Arab, pada tahun tahun 651 Masehi atau 31 Hijirah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama kedatangan duta yang dikirim oleh Tan mi mo ni’. Tan mi mo ni’ adalah sebutan untuk Amirul Mukminin.

Dalam catatan tersebut, duta Tan mi mo ni’ menyebutkan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dan sudah tiga kali berganti kepemimpinan. Artinya, duta Muslim tersebut datang pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan.

Biasanya, para pengembara Arab ini tak hanya berlayar sampai di Cina saja, tapi juga terus menjelajah sampai di Timur Jauh, termasuk Indonesia. Jauh sebelum penjelajah dari Eropa punya kemampuan mengarungi dunia, terlebih dulu pelayar-pelayar dari Arab dan Timur Tengah sudah mampu melayari rute dunia dengan intensitas yang cukup padat. Ini adalah rute pelayaran paling panjang yang pernah ada sebelum abad 16.

Hal ini juga bisa dilacak dari catatan para peziarah Budha Cina yang kerap kali menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7 untuk pergi ke India. Bahkan pada era yang lebih belakangan, pengembara Arab yang masyhur, Ibnu Bathutah mencatat perjalanannya ke beberapa wilayah Nusantara. Tapi sayangnya, tak dijelaskan dalam catatan Ibnu Bathutah daerah-daerah mana saja yang pernah ia kunjungi.

Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah Nusantara. Pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton.

Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena zaman itu adalah masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan menuju ke Cina tanpa melawat terlebih dulu ke Sriwijaya.

Sebuah literatur kuno Arab yang berjudul Aja’ib al Hind yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar al Ramhurmuzi pada tahun 1000 memberikan gambaran bahwa ada perkampungan-perkampungan Muslim yang terbangun di wilayah Kerajaan Sriwijaya. Hubungan Sriwijaya dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut hingga di masa khalifah Umar bin Abdul Azis. Ibn Abd Al Rabbih dalam karyanya Al Iqd al Farid yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII menyebutkan ada proses korespondensi yang berlangsung antara raja Sriwijaya kala itu Sri Indravarman dengan khalifah yang terkenal adil tersebut.

“Dari Raja di Raja [Malik al Amlak] yang adalah keturunan seribu raja; yang istrinya juga cucu seribu raja; yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya,” demikian antara lain bunyi surat Raja Sriwijaya Sri Indravarman kepada Khalifah Umar bin Abdul Azis. Diperkirakan hubungan diplomatik antara kedua pemimpin wilayah ini berlangsung pada tahun 100 hijriah atau 718 masehi.

Tak dapat diketahui apakah selanjutnya Sri Indravarman memeluk Islam atau tidak. Tapi hubungan antara Sriwijaya Dan pemerintahan Islam di Arab menjadi penanda babak baru Islam di Indonesia. Jika awalnya Islam masuk memainkan peranan hubungan ekonomi dan dagang, maka kini telah berkembang menjadi hubungan politik keagamaan. Dan pada kurun waktu ini pula Islam mengawali kiprahnya memasuki kehidupan raja-raja dan kekuasaan di wilayah-wilayah Nusantara.

Pada awal abad ke-12, Sriwijaya mengalami masalah serius yang berakibat pada kemunduran kerajaan. Kemunduran Sriwijaya ini pula yang berpengaruh pada perkembangan Islam di Nusantara. Kemerosotan ekonomi ini pula yang membuat Sriwijaya menaikkan upeti kepada kapal-kapal asing yang memasuki wilayahnya. Dan hal ini mengubah arus perdagangan yang telah berperan dalam penyebaran Islam.

Selain Sabaj atau Sribuza atau juga Sriwijaya disebut-sebut telah dijamah oleh dakwah Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera seperti Aceh dan Minangkabau menjadi lahan dakwah. Bahkan di Minangkabau ada tambo yang mengisahkan tentang alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad. Ini adalah salah satu jejak Islam yang berakar sejak mula masuk ke Nusantara.

Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan peran penting di ujung Pulau Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai menjadi kerajaan Islam pertama yang dikenal dalam sejarah. Namun ada pendapat lain dari Prof. Ali Hasjmy dalam makalahnya pada Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh yang digelar pada tahun 1978. Menurut Ali Hasjmy, kerajaan Islam pertama adalah Kerajaan Perlak.

Masih banyak perdebatan memang, tentang hal ini. Tapi apapun, pada periode inilah Islam telah memegang peranan yang signifikan dalam sebuah kekuasaan. Pada periode ini pula hubungan antara Aceh dan kilafah Islam di Arab kian erat.

Selain pada pedagang, sebetulnya Islam juga didakwahkan oleh para ulama yang memang berniat datang dan mengajarkan ajaran tauhid. Tidak saja para ulama dan pedagang yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia sendiri banyak pula yang hendak mendalami Islam dan datang langsung ke sumbernya, di Makkah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh, terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke-16. Bahkan pada tahun 974 hijriah atau 1566 masehi dilaporkan, ada lima kapal dari Kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah.

Ukhuwah yang erat antara Aceh dan kekhalifahan Islam itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Makkah. Puncak hubungan baik antara Aceh dan pemerintahan Islam terjadi pada masa Khalifah Utsmaniyah. Tidak saja dalam hubungan dagang dan keagamaan, tapi juga hubungan politik dan militer telah dibangun pada masa ini. Hubungan ini pula yang membuat angkatan perang Utsmani membantu mengusir Portugis dari pantai Pasai yang dikuasai sejak tahun 1521. Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya Portugis juga sempat digemparkan dengan kabar pemerintahan Utsmani yang akan mengirim angkatan perangnya untuk membebaskan Kerajaan Islam Malaka dari cengkeraman penjajah. Pemerintahan Utsmani juga pernah membantu mengusir Parangi (Portugis) dari perairan yang akan dilalui Muslim Aceh yang hendak menunaikan ibadah haji di tanah suci.

Selain di Pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan di Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada tahun 674 sampai 675 masehi duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina yang tak lain adalah sahabat Rasulullah sendiri Muawiyah bin Abu Sofyan, diam-diam meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Muawiyah yang juga pendiri Daulat Umayyah ini menyamar sebagai pedagang dan menyelidiki kondisi tanah Jawa kala itu. Ekspedisi ini mendatangi Kerajaan Kalingga dan melakukan pengamatan. Maka, bisa dibilang Islam merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan hijriah.

Jika demikian, maka tak heran pula jika tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar dengan Kerajaan Giri, Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon. Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali Songo atau Sembilan Wali adalah rangkaian kerja sejak kegiatan observasi yang pernah dilakukan oleh sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan.

Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal memang adalah Kerajaan Demak. Namun, keberadaan Giri tak bisa dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam tanah Jawa.

Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini pula dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelah dikirim ke Nusatenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.

Giri berkembang dan menjadi pusat keagamaan di wilayah Jawa Timur. Bahkan, Buya Hamka menyebutkan, saking besarnya pengaruh kekuatan agama yang dihasilkan Giri, Majapahit yang kala itu menguasai Jawa tak punya kuasa untuk menghapus kekuatan Giri. Dalam perjalanannya, setelah melemahnya Majapahit, berdirilah Kerajaan Demak. Lalu bersambung dengan Pajang, kemudian jatuh ke Mataram.

Meski kerajaan dan kekuatan baru Islam tumbuh, Giri tetap memainkan peranannya tersendiri. Sampai ketika Mataram dianggap sudah tak lagi menjalankan ajaran-ajaran Islam pada pemerintahan Sultan Agung, Giri pun mengambil sikap dan keputusan. Giri mendukung kekuatan Bupati Surabaya untuk melakukan pemberontakan pada Mataram.

Meski akhirnya kekuatan Islam melemah saat kedatangan dan mengguritanya kekuasaan penjajah Belanda, kerajaan dan tokoh-tokoh Islam tanah Jawa memberikan sumbangsih yang besar pada perjuangan. Ajaran Islam yang salah satunya mengupas makna dan semangat jihad telah menorehkan tinta emas dalam perjuangan Indonesia melawan penjajah. Tak hanya di Jawa dan Sumatera, tapi di seluruh wilayah Nusantara.

Muslim Indonesia mengantongi sejarah yang panjang dan besar. Sejarah itu pula yang mengantar kita saat ini menjadi sebuah negeri Muslim terbesar di dunia. Sebuah sejarah gemilang yang pernah diukir para pendahulu, tak selayaknya tenggelam begitu saja. Kembalikan izzah Muslim Indonesia sebagai Muslim pejuang. Tegakkan kembali kebanggaan Muslim Indonesia sebagai Muslim bijak, dalam dan sabar.

Kita adalah rangkaian mata rantai dari generasi-generasi tangguh dan tahan uji. Maka sekali lagi, tekanan dari luar, pengkhianatan dari dalam, dan kesepian dalam berjuang tak seharusnya membuat kita lemah. Karena kita adalah orang-orang dengan sejarah besar. Karena kita mempunyai tugas mengembalikan sejarah yang besar. Wallahu a’lam. (Oleh Herry Nurdi/Sabili)

PESAN SANG KHALIFAH UMAR BIN KHATAB Bag.2 Pesan di depan khalayak umum


Dalam suatu peristiwa lain, Khalifah Umar bin Khatab r.a, berbicara dihadapan masyarakat Islam yang isinya :
"Wahai umat manusia, sesungguhnya aku tidak mengutus para gubernur kepada kalian untuk memukul dan mengambil harta kekayaan kalian. Akan tetapi aku mengutus mereka adalah untuk mengajarkan kepada kalian agama dan sunnah Nabi Saw.
Barangsiapa diantara kalian diperlakukan dengan perlakuan yang menyimpang dari tugas mereka sebenarnya, maka silahkan melaporkannya kepadaku. Demi dzat yang diri Umar ada ditangan-Nya, sungguh aku akan meng-qishas-nya (membalas dengan hukuman yang sama) !"
Amr bin Ash kemudian mengajukan pertanyaan :
"Wahai Amirul Mukminin, bagaimana pendapat tuan jika ada seorang pemimpin dari umat Islam yang melakukan pelanggaran terhadap rakyat, sementara ia telah berjasa membina rakyat, lalu apakah tuan juga akan meng-qishas-nya ?"
Khalifah Umar menjawab :
"Demi dzat yang diri Umar ada ditangan-Nya, sungguh ia tetap akan ku qishas, lalu bagaimana aku tidak meng-qishas-nya, sedangkan pernah kulihat Rasulullah Saw melakukan qishas terhadap diri beliau sendiri ?
Perlu kalian ketahui, janganlah kalian memukul orang Islam yang dengan demikian kalian telah melakukan pelecehan terhadap mereka. Dan janganlah kalian memuji mereka, karena dengan pujian kalian itu, berarti telah mencelakakan mereka, dan janganlah menghalang-halangi hak mereka yang berakibat akan ditentang oleh mereka; dan janganlah menempatkan mereka ditempat yang tidak layak, karena yang demikian itu berarti telah menyia-nyiakan mereka." (Ibnu al-Atsir, al-Kaamil fii at-Taarikh)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah dan Abu Yusuf dari Sa'id bin Musayyab, bahwa Ma'iz datang kepada Khalifah Umar dan melapor bahwa ia telah melakukan perbuatan keji.
"Apakah engkau sudah memberitahukan kepada seseorang sebelum engkau memberitahukannya kepada ku ?" tanya Khalifah Umar kepada Ma'iz.
"Belum." jawa Ma'iz.
"Maka tutupilah dengan tutup Allah, dan bertobatlah kepada Allah, karena sesungguhnya manusia itu hanya bisa mencemooh, sementara mereka tidak bisa mengubah. Sedangkan bila Allah adalah dzat yang bisa mengubah, sementara Dia tidak mencemooh, maka bertobatlah kepada Allah dan jangan engkau beritahukan kepada seorangpun." demikian nasehat Umar bin Khatab.
Abdul Hakim meriwayatkan dalam Futuhu Mishra (Sejarah penaklukan Mesir), dari Abu asy-Syaikh dan Ibnu Asakir dari Qais bin Hajjaj, dari orang yang menceritakannya:
"Ketika Amr bin Ash menaklukkan Mesir, maka para penduduk pun berdatangan kepadanya disaat mereka memasuki bulan Bu'unah dan mengadu kepadanya :
'Wahai gubernur, sesungguhnya sungai Nil kami ini mempunyai suatu tradisi yang airnya tidak akan mengalir kecuali kalau kita melakukan tradisi tersebut.'
Amr bin Ash bertanya :
'Tradisi apakah itu ?'; mereka menjawab : 'Kalau sudah lewat tanggal 12 bulan ini, kami akan mengambil seorang anak gadis dari kedua orangtuanya, kami bujuk lalu ia akan kami hiasi dengan pakaian dan perhiasan yang menawan sampai akhirnya kami lemparkan kesungai Nil.'
Amr bin Ash lalu berkata kepada mereka :
'Sesungguhnya tradisi ini tidak ada didalam Islam.
Islam menghapus segala tradisi para leluhur sebelumnya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.'
Lalu mereka bersabar menunggu selama 3 bulan berturut-turut (mulai bulan Bu'unah, Abib dan Masra -kalender non Arab yang berlaku di Mesir kala itu) tanpa menjatuhkan seorang korbanpun, tapi tidak sedikitpun air sungai Nil mengalir seperti yang diharapkan sehingga mereka berniat untuk pindah.
Ketika Amr bin Ash mengetahui peristiwa ini, ia segera berkirim surat kepada Khalifah Umar dikota Madinah yang isinya menceritakan peristiwa tersebut.
Maka Khalifah Umar bin Khatab memberikan balasan surat yang isinya sebagai berikut :
"Engkau benar, sesungguhnya Islam menghilangkan segala tradisi para leluhur.
Bersama surat ini, kukirimkan pula kepadamu beberapa lembar kertas, dan bila surat ini telah sampai kepadamu, maka lemparkanlah lembaran kertas itu kesungai Nil !"
Setelah surat dari Khalifah Umar ini diterimanya, lalu Amr bin Ash membuka lembaran kertas yang dimaksud, ternyata didalamnya terdapat tulisan :
"Dari hamba Allah Umar, Amirul Mukminin, kepada sungai Nil penduduk Mesir.,
Amma Ba'du.
Jika engkau mengalir semata-mata karena dirimu sendiri, maka janganlah mengalir !
Namun jika yang mengalirkanmu adalah Dzat yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, maka kami memohon kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa untuk mengalirkanmu. !"
Sehari sebelum hari salib (salah satu hari berdasarkan kalender Mesir saat itu), Amr bin Ash lalu melemparkan kertas dari Khalifah Umar ini kesungai Nil, sementara penduduk Mesir mulai berkemas untuk pindah kedaerah lain, sebab kesejahteraan mereka di Mesir ketika itu sangat bergantung pada sungai tersebut.
Maka pada pagi hari, tepatnya pada hari salib, Allah Swt telah mengalirkan air sungai Nil sampai sedalam 16 hasta. Dengan demikian, terhapuslah tradisi buruk itu dari penduduk Mesir."

Demikianlah sedikit untaian riwayat salah seorang sahabat utama Rasullah Saw yang bernama Umar bin Khatab r.a, yang nama besar dan keagungan jiwanya tidak pernah terlepas dari sejarah peradaban Islam sepanjang masa, semoga ada hikmah yang bisa kita ambil didalamnya dan tentu saja akan menambah khasanah pengetahuan kita bersama.

  • Diambil dari buku: "Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khatab" Ensiklopedia berbagai persoalan Fiqih  (Fatawa wa Aqdhiyah Amiril Mukminin Umar ibn al-Khathtab) Karya Muhammad Abdul Aziz al-Halawi Maktabah al-Qur'an, Bulaq - Kairo 1986 diterjemahkan oleh Wasmukan dan Ust. Zubeir Suryadi Abdullah, Lc. Terbitan Risalah Gusti 1999
  • Dari buku "Mutiara Nahjul Balaghah" yang diberi Syarah oleh Syaikh Muhammad Abduh, terbitan Mizan 1999 dan diterjemahkan oleh Muhammad al-Baqir, Ali bin Abu Thalib Karramallahu wajhah telah berkata pada hari wafatnya Khalifah Umar bin Khatab r.a, :
"Alangkah bahagianya!
Dia telah meluruskan yang bengkok, mengobati sumber penyakit, menghindar dari masa kekacauan dan menegakkan sunnah.
Ia pergi dalam keadaan bersih; jarang bercela; meraih kebaikan dunia dan selamat dari keburukannya.

Memenuhi ketaatan kepada Tuhannya dan mencegah diri dari kemurkaan-Nya.

Ia berangkat meninggalkan umat pada saat mereka berada dijalan-jalan yang saling bersimpangan tak menentu arahnya, sedemikian sehingga yang tersesat sulit memperoleh petunjuk, yang sadar pun tidak mampu meyakinkan diri."

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

PESAN SANG KHALIFAH UMAR BIN KHATAB Bag.1

Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Sobat, Alhamdulillah setelah lama saya berdiam dalam keasikan tugas, kini timbul rasa dalam hati untuk mulai ngebloging lagi.  moga postingan ini bermanfaat ya...!
 

Dalam sepucuk surat yang dikirimkannya kepada Abu Musa al-Asy'ari, Khalifah Umar bin Khatab r.a, menulis sebagai berikut :
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang
Dari Abdullah (hamba Allah), Umar bin Khathtab Amirul Mukminin kepada Abdullah bin Qais :
Salaamullah 'alaik (Salam sejahtera semoga tetap dilimpahkan oleh Allah atas mu).
Amma ba'du
"Sesungguhnya peradilan itu adalah kewajiban yang sangat ditekankan dan sunnah yang harus di-ikuti. Maka curahkanlah segenap daya pikir untuk memahami berbagai masalah bila tugas peradilan diamanatkan kepada anda, karena sesungguhnya tidaklah bermanfaat membicarakan kebenaran tanpa realisasi.
Sejajarkan hak semua orang dihadapanmu, didalam peradilan dan tempat persidanganmu, sehingga orang yang kaya dan mempunyai kelebihan tidak berkeinginan untuk mengincar apa yang menjadi kesenanganmu, sementara yang lemah tidak akan merasa putus asa dengan keadilanmu.
Bukti atas suatu tuduhan wajib ditunjukkan oleh pihak penuduh, sementara sumpah itu wajib diberikan oleh pihak yang menolak tuduhan tersebut.
Perdamaian dikalangan umat Islam itu dibolehkan selama perdamaian itu tidak menghalalkan perkara yang haram atau mengharamkan yang halal.
Tidak ada salahnya anda mengkaji ulang secara rasio serta mempertimbangkannya berdasarkan pengetahuan anda terhadap keputusan yang telah anda putuskan pada hari ini untuk mencapai suatu kebenaran. ; Karena sesungguhnya kebenaran itu sudah ada sejak dahulu, sementara kembali kepada kebenaran adalah lebih baik daripada berkepanjangan dalam suatu kesalahan.
Pahamilah segala apa yang tidak terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw serta segala yang meragukan hatimu !
Ketahuilah akan hal-hal serupa dan sepadan, lalu dalam kondisi seperti ini, kiaskan dengan hal-hal yang sepadan. Dan laksanakanlah apa yang paling mendekatkan kepada Allah dan mendekati kebenaran.
Berikan tenggang waktu yang cukup bagi orang yang mengaku punya hak atau bukti, dimana pada saat dilaksanakannya peradilan hak atau bukti tersebut belum dapat ditunjukkan sampai ia sanggup memberikannya. Bila ia mampu memberikan bukti, maka berikanlah hak itu kepadanya, akan tetapi, bila ia tidak bisa memberikan bukti, maka dengan demikian anda boleh melakukan keputusan hukum.
Cara demikian bertujuan untuk menghindar dari keraguan dan berusaha memberi keterangan kepada orang-orang yang tidak mengerti."
untuk Bag.2 antum wa antunna dapat melihatnya di link berikut ini: